Terus berkarya dan berusaha, ini awal yang baik dan pekerjaan yang baik semoga kedepan lebih baik lagi
Hai namaku Abdurrahman Safran. Aku dari Jawa Timur, Aku memang bukan orang yang kaya, namun Aku bisa dibilang memiliki kepintaran diatas rata-rata. Inilah kisah hidupku. (8/08/2011) aku dilahirkan dari rahim seorang Ibu di Rumah Sakit umum daerah Mataram besar. Pada umur empat tahun, Aku sudah bisa membaca. Ayahku memberi sebuah buku tentang bagaimana cara menulis.
Meranjak enam tahun, Aku mulai masuk SD. Di sekolah aku disuruh menulis oleh Ibu Guruku. Aku terus berusaha walaupun tampak tulisanku jelek. Aku terbayang bahwa Ayahku pernah memberikan buku tentang bagaimana cara menulis yang baik dan benar. Seampai di rumah, Aku bergegas membaca buku itu, Aku mendalaminya hampir sebulan. Dengan usaha yang tekat akhirnya aku mampu menulis dengan diksi yang indah “tidak seperti penulisan sebelumnya”.
Saat Aku duduk di kelas II SD, Aku ditanya oleh kedua Orang Tuaku mengenai cita-citaku.
Ayah: “Safran, apa cita-citamu kedepan nak?
Safran: “Ustad Ayah, Safran ingin menjadi orang-orang hebat seperti Kyai dan Syekh. Menjadi orang yang bisa menyebarkan ajaran agama Allah, Ayah…”
Mendengar hal tersebut, Orang Tuaku tersenyum bahagia. Mereka berdoa agar cita-citaku suatu hari nanti akan tercapai. Doa Orang tua tidak ada halangan, Ia seperti air yang mengalir.
Fajar Aqil, tetanggaku. Ia adalah murid yang sangat pandai di sekolahku. Namun, ia memiliki kepribadian yang gemar julid kepada rekan-rekannya. Dia sangat sering menggannguku, mengejekku. Haranku dibuat terkubur hidup-hidup olehnya.
Namun, Ayah adalah harapanku. Dia adalah motivasiku. Saat Aqil mengejekku, Ayah selalu datang memberiku semangat.
Ayah: Jangan menyerah nak, apakah Safran akan menyerah. Apakah kamu mau semua perjuanganmu kandas hanya karena hinaan dari seseorang yang belum tentu membawa kunci sukses?
Mendengar hal tersebut, aku terdiam. Tidak satu kata pun keluar dari mulutku.
Beberapa menit kemudian, aku kembali berjumpa dengan tetanggaku, ya..Aqil, si paling julid. Secara spontan aku mengatakan kepadanya
Safran: “lihat saja nanti, aku akan terus belajar dan terus berjuang untuk melebihimu. Hari ini kamu bisa pintar. Suatu saat nanti aku akan lebih dari itu” (Ungkapku dalam hati)
Kelas III SD aku terus berjuang, Aku terus belajar untuk mengaji. Walaupun dengan terbata-bata. Aku yakin, untuk meraih sebuah kebahagian dan kesuksesan, maka harus ada sesuatu yang dikorbankan.
Di sekolah, Aku dan Aqil selalu bersaing dalam memperebutkan juara. Dalam sisi akademik, Aku selalu meraih juara.
Berbeda dengan Aqil, Ia mempunyai kelebihan pada bidang mengaji, sedangkan Aku baru memulainya. Tidak apa, semua butuh proses.
Saat aku duduk di Kelas VI SD aku mulai bisa mengaji mengalahkan Aqil. Tak hanya diam, Aqil juga mulai bersaing dengan ku dalam pelajaran umum. Perjalanan panjang membuat kami berpisah melanjutkan pendidikan pada tingkat Tsanawiyah.
Kami melanjutkan pendidikan Tsanawiyah pada sekolah yang sama, yaitu di Pesantren. Ternyata Aqil sama denganku, kami satu Pesantren.
Kami dites satu persatu oleh panitia penerimaan santri baru. Beberapa hari kemudian, Aku dan Aqil dinyatakan lulus di Pesantren tersebut.
Aqil, si pria julid sudah membuat keributan saat pertama kali masuk ke Pesantren. Ia membuat geng, bahkan membully orang yang lebih lemah. Aku tidak pernah mengganggu Aqil, karena Aku tau watak-Nya.
Suatu hari, tanpa ku sengaja, Aku memecahkan pring kaca Aqil. Tampaknya Ia begitu sangat marah kepadaku. Aku sedikit ketakutan, karena Ia akan mencari kesempatan untuk membully ku.
Ternyata benar dugaanku, Aku dibully oleh Aqil. Untung ada kakak kelas IX yang membelaku dan melindungiku.
Ketika Aku duduk dikelas IX aku sering mengikuti lomba-lomba. Salah satu lomba yang Aku ikuti adalah lomba mengaji. Kala itu, Aku menang juara I membawa nama baik Pesantren. Aku sangat bangga pada diriku.
Setelah Aku tamat, Aku ditawarkan untuk mengabdi di Pesantren ku. Aku merasa senang dan bangga dengan tawaran Ustaz tersebut.
Cita-citaku menjadi seorang Ustaz yang pernah Aku sampaikan kepada Orang Tuaku beberapa tahun lalu, akhirnya Allah wujudkan.
Banyak hal yang ku pelajari dari hidup ini. Kesabaran, Keikhlasan, dan giat dalam menuntut ilmu akan berbuah pada waktu dan tempat yang telah Allah tentukan. Rencana Allah lebih indah daripada rencana yang kita wacanakan.
Directed by : Faiz Prayata Kamil. Santri Dayah SIDIQ. Kelas VII
Good job
Tetaplah asah kemampuanmu dan Tetaplah merunduk seperti padi
Terus berkarya dan berusaha, ini awal yang baik dan pekerjaan yang baik semoga kedepan lebih baik lagi
Tinggalkan Komentar